Jumat, 17 Oktober 2014

Di Balik Pertumbuhan Hotel Di Surakarta


iPos : Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Solo, saat ini dibangun berbagai macam hotel berbagai kelas. Hotel-hotel dan apartemen bertebaran layaknya jamur di musim penghujan. Padahal secara logika, pariwisata di Kota Solo sangat terbatas. Hal itu, sangat tidak berimbang bila dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah kamar hotel yang mencapai 170 hingga 190 persen.

Kepala Disbudpar Solo, Dra. Eny Tyasni Suzana mengungkapkan, pembangunan sarana-prasarana dan tempat wisata baru tengah dikebut pengerjaannya. Dia menyebut pembangunan Museum Keris di samping Stadion Sriwedari yang merupakan Monumen PON, merupakan museum yang akan menyimpan ribuan keris bersejarah. Museum diharapkan menjadi salah satu daya tarik untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kota Solo. “Pembangunan sarana wisata seperti itu sedang dikebut. Kalau dalam waktu dekat rampung, bisa menjadi daya tarik wisata,” ujarnya.

Objek wisata lain yang dalam proses pembangunan, lanjut Eny, di antaranya Taman Wisata berupa pembuatan pintu sisi utara dan Kebun Binatang di Taman Satwa Taru Jurug. Di samping itu Disbudpar juga berencana membuat konsep baru panggung Wayang Orang Sriwedari yang kini dinilai kurang menarik bagi wisatawan mancanegara. "Wayang Orang Sriwedari yang sudah lama populer setiap hari tetap main. Tetapi penonton sedikit, mungkin karena konsep panggung tidak menarik dan perlu diubah," ungkapnya

Berdasar hasil kajian BPIS Surakarta, dalam satu setengah dekade, pertumbuhan jumlah kamar hotel mencapai 170 persen, dari semula sekitar 2.000 kamar di 2009 menjadi hampir 4.000 kamar di 2013. Sementara pertumbuhan tingkat kunjungan hanya sekitar 30 persen. “Ada jurang perbedaan yang cukup dalam,” kata ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Surakarta Abdullah Suwarno, Selasa (7/10).

Salah seorang pengurus Skyscraper City Solo, Indra Putra Bawono, menuturkan Solo akan dikepung beberapa gedung tinggi. Bahkan tertinggi di Jateng dan DIY. “Ini membuat Solo memiliki gedung tinggi terbanyak di Jateng dan DIY. Prediksi saya beberapa gedung tinggi mulai terlihat pada 2015,” kata Indra saat ditemui Solopos.com di lobi salah satu hotel di Solo, Minggu (8/6/2014) melalui solopos.

Hal yang aneh adalah, jumlah pendapatan sektor pajang justru Pemerintah Kota (Pemkot) Solo merevisi nilai pajak hotel dari kisaran Rp20 miliar menjadi Rp19 miliar. Meski begitu, capaian hingga triwulan ketiga masih kurang memuaskan. Kepala Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi Dinas Pendapatan, Pengeloaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Solo, Maya Pramita, mengatakan revisi dilakukan karena realisasi pada Mei sangat minim. Oleh karena itu, dari pada tidak tercapai dan akan menyusahkan dalam sistem penganggaran, pihaknya memutuskan revisi target. Sekretaris DPPKA Solo, Tulus Widajat, menyampaikan target pajak hotel senilai Rp19,85 miliar baru tercapai Rp15,63 miliar atau sekitar 78,78% hingga Jumat (3/10/2014).


Sementara pejabat humas Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Solo, M.S.U. Adjie, mengakui wilayah Solo akan dikepung gedung tinggi yang didominasi hotel. Adjie mengingatkan kondisi itu dapat menguntungkan perekonomian Solo apabila dikelola maksimal. Dia berharap akan terjalin sinergi pemerintah, stakeholder, pelaku pariwisata, dan lain-lain.

Dia mengungkapkan pertumbuhan kamar hotel sebanyak 190% sejak 2009-2015 akan mengkhawatirkan apabila tidak diimbangi konsep pariwisata yang jelas. “Pertumbuhan kamar harus diikuti pertumbuhan pasar. Semua pihak harus ikut serta membangun pasar. Salah satunya dengan meningkatkan infrastruktur, mengemas destinasi wisata Solo lebih menarik, dan lain-lain,” tutur Adjie.

Sedangkan pariwisata Solo, selama ini hanya berdasarkan limpahan dari biro wisata di luar Solo. “Turis asing tersebut kebanyakan didatangkan oleh biro perjalanan wisata dari luar Solo, seperti Yogyakarta, Jakarta dan Bali. Oleh karena itu, kalau Yogyakarta ramai dikunjungi wisman, biasanya Solo juga akan mendapat limpahan” papar Joko Pramudya yang merupakan Staf  Pariwisata Pura Mangkunegaran.

KAJIAN AMDAL
Tak terkendalinya jumlah hotel tersebut ditengarai banyak yang melanggar analisa dampak lingkungan (Amdal). Ketua Tim Peneliti Dampak Kajian Perhotelan, Ike Janita Dewi mengatakan, “Satu kamar hotel itu membutuhkan 380 liter air, sedangkan rumah tangga maksimal hanya 300 liter air,” ungkapnya.

Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Jogja itu menambahkan pembangunan hotel sebenarnya memang menguntungkan secara ekonomi, karena dari penelitiannya di Jogja merambahnya hotel menambah persentase produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar Rp1,7 triliun.

Angka itu didapat karena hotel dapat mendatangkan wisatawan yang juga membeli produk-produk kerajinan, selain itu hotel juga membelanjakan mebel serta jasa laundry diuntungkan. Akan tetapi kalau syarat perizinan hotel tidak ditegakkan dampaknya pada lingkungan. “Moratorium pendirian hotel bukan solusinya, karena yang penting perketat rekomendasi UKL-UPL ataupun Amdal,” terangnya.

“Kalau UKL [upaya pengelolaan lingkungan hidup] – UPL [upaya pemantauan lingkungan hidup] dan Amdal diketatkan, pertumbuhan hotel tak sebanyak sekarang,” ujar Ketua Tim Peneliti Dampak Kajian Perhotelan, Ike Janita Dewi kepada Harian Jogja, Rabu (17/9/2014).

Menjamurnya Hotel di Kota Surakarta juga mulai dikeluhkan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Solo. Kepala Dishubkominfo Solo, Yosca Herman Soedrajad, menilai menjamurnya pendirian hotel bakal berpengaruh terhadap tingkat kemacetan lalu lintas di Solo. Terutama apabila tidak disertai ruang parkir yang akan berdampak kemacetan.

Yosca menuturkan tidak bisa berbuat banyak dengan menjamurnya pembangunan hotel di Solo. Menurutnya gerbang utama pengetatan pendirian hotel ada di Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) serta Dinas Tata Ruang Kota (DTRK). ”Rekomendasi pendirian utama itu ada di sana, termasuk IMB. Baru setelah IMB, masuk ke amdal lalin. Hla di sini ini kami yang susah,” katanya. (BN)

Read more at http://www.independenpos.com/2014/10/di-balik-pertumbuhan-hotel-di-surakarta.html#oEiee0JdDxWTdZ2i.99

0 komentar:

Posting Komentar